Pada suatu saat, Istana Bogor hendak kedatangan tamu terhormat, tamu kenegaraan. Biasanya di hari-hari biasa banyak pedagang di sepanjang pagar, baik jualan kangkung dan wortel untuk pengunjung yang ingin memberi makan rusa yang hidup lepas di halaman Istana.
Biasanya pula, jika hendak menerima tamu kehormatan, pedagang dilarang berjualan di sepanjang pagar Istana. Namun pada hari larangan itu, muncullah pedagang duku yang menjajakan dagangannya. "Ku…. Duku. Ku…. Duku", teriaknya sambil menyusuri pagar istana. Melihat ada penjual duku yang melanggar aturan, sang petugas Istana dengan sigap memanggil sang penjual duku, sembari menghardik memarahinya. “tahukah hari ini ada larangan jualan disepanjangn pagar?” agar penjual lain tidak ikut-ikutan maka penjual duku diberi hukuman. Hukumannya si penjual duku diminta nungging sambil membuka celanya. Diambilnya sebutir barang dagangannya (duku) dan dimasukkan ke anus si penjual. Tentu saja penjual teriak-teriak kesakitan. Setelah menerima hukuman akhirnya pedagang duku dilepas dengan peringatan, tidak boleh berjualan lagi di sepanjang pagar.
Selang beberapa saat muncul lagi penjual lain, pedagang salak. Sambil memikul salak dagangannya si penjual berteriak menjajakan dagangannya. "Lak….salaaak, salak…..salak". Mendengar teriakan pedagang salak, sang petugas yang penuh disiplin menjalankan tugasnya, bergerak sigap memanggil dan menggiring pedagang ke pos penjagaan lagi. "Tadi sudah ada pedagang duku yang melanggar aturan larangan berjualan disepanjang pagar ini, dan harus menerima hukuman" kata sang petugas. "Seperti pedagang duku, agar jera, kamu juga harus dihukum seperti pedagang duku. Nungging dan buka celanamu" perintahnya tegas. Diambilah sebuah salak dan dimasukkanlah ke anus si pedagang. Buah duku yang kecil saja sudah membuat teriakan yang memekakkan telinga, tetapi kenapa pedagang salak malah tertawa terbahak, seakan tidak merasa kesakitan. Petugaspun mundur selangkah, merasa keder juga, jangan-jangan si penjual salak adalah orang yang sakti, pikirnya, tanpa merasa sakit pada saat anusnya dimasuki buah salak. Dengan perlahan dan sopan sang petugas bertanya kepada si penjual salak, "bapak orang sakti ya?, bapak berguru dimana?". " Bukan", jawab pedagang salak, "bukannya saya sakti.......lihat di belakang itu…… ada penjual duren". Membayangkan betapa sakitnya jika penjual duren mendapatkan hukuman, seperti dirinya. Menjadikan sakitnya tak terasakan lagi.
Cerita ini hanya untuk memberikan semangat bagi mereka yang terlalu dalam meratapi kegagalannya. Kalau kita hanya merasakan kegagalan kita, memang sakit, sedih dan kecewa. Tetapi sering-seringlah kita melihat kegagalan, kesedihan dan kekecewaan orang lain yang jauh lebih berat. Mudah-mudahan, kekecewaan dan kesedihan kita menjadi tak terasa lagi. Dan kita cepat bangkit menyongsong keberhasilan-keberhasilan lainnya.
Tidak gampang memang, untuk mengatasi kekecewaan hati. Orang yang terlalu terbenam dalam kekecewaan adalah orang yang tidak bisa hidup di alam kenyataan. Manusia kecewa, sedih, patah hati dikarenakan apa yang dinginkannya tidak sejalan dengan kenyataan. Sebaliknya akan bahagia jika apa yang dinginkan, apa yang diharapkan sesuai dengan kenyataan. Jadi apa yang diinginkan dan apa yang diharapkan manusia bukanlah kenyataan, tapi baru angan-angan manusia, baru khayalan kita. Oleh sebab itu orang yang tenggelam terlalu dalam di dalam kekecewaannya, apalagi sampai patah hati, patah semangat, adalah orang yang hidup di alam angan-angannya, di alam khayalannya. Sedang hidup yang kita hadapi adalah kenyataan ini. Kalau kenyataannya belum sesuai dengan harapannya, mari kita sadari tidak hanyut di dalam angan-angan, tidak larut di alam khayalan. Kita harus tetap hidup di alam kenyataan. Hidup di alam kenyataan harus dengan semangat, harus dengan kerja keras, harus berkeringat. "Bahwa di dalam kesulitan itu ada kemudahan".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar